Suka Balet? Atau setidaknya anda pernah menonton pertunjukkan balet di panggung kesenian besar? Jika tidak suka atau belum pernah sekalipun menonton, sebaiknya anda segera menonton. Apalagi, jika koreografinya dari Farida Oetoyo.
Farida Oetoyo ini, kalau orang seni bilang, dia lah salah satu maestro balet Indonesia. Dia dengan ide-idenya, telah mencipta puluhan bahkan ratusan koreografi balet yang penuh dengan keindahan, kelincahan dan kelenturan tubuh pemainnya. Balet ditangan Farida Oetoyo menjadi sebuah karya seni yang sungguh indah untuk dinikmati. Tentu, tanpa perlu anda memahami tetek bengek istilah dalah dunia balet.
Seperti dalam pembukaan festival Schouwburg IX di Gedung Kesenian Jakarta, beberapa pekan lalu. Dua karya Farida, Survival dan Serdtse di pentaskan ulang, yang tentunya tetap mengundang decak kagum penonton.
Saya berkesempatan untuk menontonnya. Malam itu, panggung Gedung Kesenian Jakarta dihiasai cahaya warna merah menyala. Ditengahnya, penari dengan topeng warna putih bergulat bersama kain warna merah menyala yang membelit tubuh mereka. Pelan mereka bergerak seiring dengan music yang banyak diwarnai detail piano, bass dan gesekan biola.
Pelan, mereka mencoba lepas dari lilitan kain tersebut. Alih-alih lpeas, mereka justru terjebak. Masuk menyelip dalam belitan kain panjang warna merah menyala. Bergerak, menyumbat lalu diam tak bergerak. Tak berapa lama, para penari ini terlepas, muncul dengan wajah barunya. Kali ini tanpa mengenakan topeng.
“Ini adalah sebuah pertunjukkan yang memang inspirasinya dari dalam diri saya sendiri. Ini merupakan pengalaman yang saya lakoni,” kata Farida Oetoyo
Inspirasi yang dimaksud Farida Oetoyo adalah pertunjukkan Serdtse atau The Heart yang malam tersebut disajikan dengan diringi kemasan music live oleh anaknya Aksan Sjuman. Serdtse atau The Heart, merupakan jenis tari Ballet dengan unsure kontemporer yang sangat kental. Farida yang lebih banyak menganut aliran ballet klasik, menyelipkan jenis tarian kontemporer yang indah dan sangat artistic di karyanya kali ini.
“Tidak semuanya kontemporer. Karena unsur balletnya juga sangat kental. Karena memang akar saya di ballet, jadi saya tidak bisa meninggalkan ballet dalam semua karya-karya saya ini,” tegas Farida Oetoyo.
Serdtse sendiri menceritakan tentang seorang danseur atau ballerino (sebutan untuk penari balet laki-laki) yang menjalani hari-harinya. Ada denyut kehidupan, ketenangan, aneka persoalan hingga sebuah kematian. Dialah sosok yang terbelit kain merah, hingga di akhir episodenya harus mati.
Dalam koreografi kali ini, Farida mengibaratkan kain warna merah tersebut adalah pembuluh darah yang mengalir ke dalam jantung. Dan dalam perjalanan hidupnya, ayah Farida Oetoyo, R Oetoyo Ramelan meninggal karena penyakit jantung yang diderita.
“Gadis yang berjalan keluar di tengah-tengah laki-laki yang terkapar di tengah tad, adalah gambaran bahwa inilah masa depan ballet. Ada generasi balet baru yang lahir,” tandas Farida.
Serdtse sendiri merupakan karya terbaik yang pernah dipentaskan oleh Farida Oetoyo. Sebelumnya, Serdtse pernah juga dipentaskan pada September 2006 di GEdung Kesenian Jakarta. Untuk pentas kedua ini, Farida Oetoyo menambah beberapa detail koreografi dan tekanan pada music, hingga tersaji pertunjukkan yang lebih hidup, penuh gairah dan lebih manusiawi.
Dalam festival Schouwburg IX—schouwburg adalah nama gedung kesenian Jakarta pada masa lalu—kali ini Serdtse merupakan tari pembuka kedua dalam festival kali ini. Di tempat dan hari yang sama, Farida Oetoyo menampilkan terlebih dahulu tari ballet klasik Survival.
Dalam tari Survival ini, Farida Oetoyo yang memang memiliki akar ballet klasik, menyelipkan sedikit sentuhan neo klasik di dalamnya. Gerakan-gerakan indah ballet klasik disajikan tanpa cerita, hanya komponen koreo tari ballet yang indah, gembira lewat Survival.
“Dalam karya Survival ini memang tidak ada jalan cerita atau maksud tertentu. Saya ingin membiarkan penonton menikmati gerak tari tanpa harus repot-repot memikirkan jalan cerita. Nikmati saja gerakan dan musikalitasnya,” tegas Farida
Dan memang, dalam Survival ini, Farida lebih banyak menonjolkan keindahan gerakan dari penari-penari balet semata. Gerakan ballet klasik dipentaskan dengan keindahan, keanggunan lewat penari-penarinya.
Dengan musikalitas dari composer Sergei Prokofiev, Farida hendak menampilkan eksistensi balet dalam Survival. (*)